Suksesi Nasional LAMONGAN- Anggota Komite III DPD RI, Al Hidayat Samsu memberikan catatan Kritis pada Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming yang telah mencapai 100 hari kerja.
“Alih-alih menghadirkan kebijakan yang berpihak pada rakyat, masyarakat justru dikejutkan dengan wacana revisi Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba).
Salah satu poin kontroversial dari revisi ini adalah pemberian kewenangan kepada perguruan tinggi untuk mengelola tambang. Kebijakan ini merupakan bentuk pengalihan tanggung jawab yang akan semakin membebani dunia akademik,” kata Al Hidayat dalam keterangannya, Jumat (31/1/2025).
Senator Sulawesi Selatan ini juga menyebut bahwa Dosen dan tenaga pendidik di Indonesia telah lama menyuarakan berbagai permasalahan mendesak yang belum terselesaikan, mulai dari pencairan tunjangan kinerja yang tertunda bertahun-tahun, kesejahteraan yang memprihatinkan, hingga beban administrasi yang semakin meningkat.
“Ketika peran utama perguruan tinggi adalah mencetak generasi unggul yang siap bersaing secara global, ini malah menambah tanggung jawab mereka dengan mengelola tambang dan itu bukanlah solusi yang rasional. Sebaliknya, ini adalah langkah yang berisiko besar terhadap integritas dan kredibilitas akademik,” ujar Al Hidayat.
Menurutnya, Pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang menyebutkan bahwa pemberian tambang kepada Perguruan Tinggi adalah bagian dari distribusi ke masyarakat luas, bukan untuk kepentingan pengusaha, juga tidak dapat diterima secara logis.
“Sebagai mantan Menteri Investasi/Kepala BKPM yang pernah menerbitkan Peraturan Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 1 Tahun 2022 tentang tata cara kerja sama antara usaha besar dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pemerintah sendiri gagal memastikan implementasi kebijakan tersebut di lapangan,” kata Al Hidayat.
“Jika kebijakan yang lebih sederhana saja tidak dapat dijalankan dengan baik, bagaimana kita bisa percaya bahwa pemberian tambang kepada perguruan tinggi akan berjalan sesuai dengan tujuan idealnya?” sambungnya.
Menurut Anggota Komite III DPD RI ini, jika pemerintah saat ini menambah jumlah Kementerian yang demikian banyak dengan pertimbangan agar fokus mengelola tanggung jawab masing-masing, wacana ini justru bertolak belakang dengan semangat Presiden Prabowo, dengan membebani perguruan tinggi yang sudah berjuang dalam berbagai keterbatasan.
“Alih-alih memberikan tanggung jawab tambahan yang tidak relevan, pemerintah seharusnya fokus pada perbaikan sistem pendidikan tinggi, mengurangi beban administrasi dosen, serta meningkatkan kesejahteraan mereka agar pendidikan tinggi di Indonesia semakin berkualitas,” tegasnya.
Lebih jauh Hidayat menyampaikan 3 alternatif solusi yang bisa menjadikan kebijakan yang lebih berkeadilan.
” Di mana fokus pada Peningkatan Kesejahteraan Dosen dan Tenaga Pendidik, dimana prioritas utama seharusnya adalah menciptakan ekosistem akademik yang kondusif bagi perguruan tinggi.
Ini mencakup pencairan tunjangan kinerja yang tertunda, peningkatan gaji, dan pengurangan beban administratif yang berlebihan, Ujar Al Hidayat.
” Yang kedua adalah, Program Beasiswa bagi Masyarakat Sekitar Tambang. Dimana Pemerintah mewajibkan perusahaan tambang untuk menyediakan beasiswa bagi siswa dari daerah sekitar tambang agar mereka dapat menempuh pendidikan di universitas-universitas terbaik di Indonesia dan kemudian diberi kesempatan bekerja di kampung halaman mereka.
Kebijakan afirmatif ini lebih berkeadilan dibandingkan menyerahkan tambang kepada perguruan tinggi,” lanjut Senator muda asal Sulawesi Selatan itu
” Sedangkan yang ketiga, adalah menjaga Independensi Akademik dan Daya Kritis Kampus. Perguruan tinggi memiliki peran utama sebagai pengawas kebijakan publik dan penjaga independensi akademik.
Dengan memberikan kewenangan mengelola tambang justru berpotensi membungkam suara kritis akademisi terhadap eksploitasi sumber daya alam yang merugikan lingkungan dan masyarakat lokal,” paparnya.
Pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi tidak hanya akan merusak integritas akademik, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan yang lebih besar. Usulan RUU Minerba oleh DPR ini adalah contoh nyata dari kebijakan yang tidak berpihak pada pendidikan dan keberlanjutan lingkungan.
“Pemerintah seharusnya mendengarkan aspirasi tenaga pendidik yang selama ini hanya menuntut satu hal sederhana yaitu peningkatan kesejahteraan dan penguatan kualitas pendidikan di Indonesia, bukan tambahan beban yang absurd dan berbahaya bagi masa depan bangsa,” pungkas, Al Hidayat.(rul)