Suksesi Nasional, Blitar – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) melakukan unjuk rasa di depan Mapolres Blitar, Rabu (26/8/2020). Dalam orasinya, para mahasiswa ini menuntut penutupan penambangan pasir ilegal yang berada di wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Ketua aksi PMII, Faturrohman saat dikomfirmasi mengatakan, penambangan pasir ilegal merupakan tindakan yang tidak diinginkan oleh semua. “Alam merupakan ciptaan Tuhan, yang sampai saat ini harus kita lestarikan. Keseimbangan alam yang hakikatnya menjadi pengaruh bagi kehidupan manusia dalam menjalani aktifitas sehari-hari, maka sudah selayaknya menjadi kewajiban setiap warga negara untuk menjaga dan merawatnya, sehingga bencana yang tidak kita inginkan dapat dihindari,” ujarnya.
Faturrohman mengatakan, dirinya dan kawan mahasiswa yang lain merasa terpanggil untuk menyelamatkan kelestarian alam di Kabupatenen Blitar.
“Kehadiran kami disini menuntut kepada pihak Kepolisian untuk menutup kegiatan penambangan pasir ilegal tersebut. Kita minta ketegasan Kapolres Blitar dalam penegakan hukum terkait penambangan pasir ilegal tersebut,” tegas Faturrohman.
Menurutnya, kegiatan penambangan galian C semakin banyak. Aturan-aturan yang menjadi acuhan dalam beroperasi tidak diperhatikan. Tetapi justru banyak korporasi maupun non korporasi yang menguasai titik-titik pertambangan tidak memiliki ijin sama sekali.
Tak hanya itu, mahasiswa juga menuntut penjagaan ketertiban pertambangan di Kabupatenen Blitar sesuai dengan prosedur undang-undang yang berlaku. Mahasiswa juga ingin agar aparat melakukan sidak secara berkala di sekitar tambang yang akses jalannya rusak akibat truk muatan pasir yang melebihi tonase.
Aksi PMII kali ini sempat ricuh dan diwarnai ketegangan antara mahasiswa dengan massa penambang pasir. Saat mahasiswa berorasi di depan pintu gerbang Mapolres Blitar, dari arah Barat tiba-tiba datang ratusan penambang pasir. Agar tidak terjadi bentrokan, aparat melakukan pengamanan dengan membendung massa kedua pihak. Adu mulut sempat mewarnai kericuhan antara mahasiswa dengan para penambang pasir.
Asmono, kordinator massa penambangan pasir tidak terima atas aksi yang dilakukan para mahasiswa. Dirinya menuturkan, bahwa penambangan pasir yang berada di wilayah Utara kabupaten Blitar sudah dilakukan sejak 1968, dan merupakan mata pencaharian masyarakat sepanjang bantaran sungai Putih yang berada di Desa Karangrejo Kecamatan Garum.
“Dengan aksi dari mahasiswa ini, kami sangat keberatan karena dengan mereka menyerukan penutupan tambang pasir yang mereka maksud itu sama halnya dengan menutup mata pencaharian masyarakat kami yang jumlahnya ribuan”, terang Asmono.
“Selaku tokoh masyarakat pinggiran bantaran sungai Putih, dirinya telah mengajukan ijin kepada Bupati selaku pimpinan Kabupaten Blitar. Kami masih menunggu hasil pengajuan surat ijin tersebut,” jelas Asmono.
Untuk mengamankan aksi unjuk rasa mahasiswa yang tergabung dalam PMII ini, Polres Blitar mengerahkan 200 personil. Setelah dari Mapolres Blitar, para mahasiswa melanjutkan aksinya ke kantor Bupati Blitar di Kanigoro. Di lokasi kedua ini aparat melakukan melakukan pengawalan ketat demi mencegah kedua belah pihak antara mahasiswa dan penambang pasir tidak bertemu di satu titik.
Kabag Ops Polres Blitar, Kompol Sapto Rachmadi mengatakan, terkait aksi unjuk rasa kali ini, Polres Blitar hanya menerima surat pemberitahuan dari mahasiswa. Sementara dari pihak penambang pasir tidak menyampaikan surat pemberitahuan dan datang secara tiba-tiba.
“Setelah kami lakukan koordinasi dan berhasil, kedua massa sepakat untuk membubarkan diri. Tidak sampai ada bentrokan maupun kontak fisik, mereka langsung membubarkan diri,” pungkas Sapto Rachmadi. (ek)