Suksesi Nasional, NTT – Dalam upaya untuk melestarikan budaya daerah Manggarai yang terancam pupus dalam arus jaman maka Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kabupaten Manggarai melakukan giat pelatihan yang bertajuk Seni Budaya Manggarai kepada 40 orang guru SMP dan SMA yang akan berlangsung pada Kamis 19 – 21 Juni 2024 di Aula Efata Ruteng kabupaten Manggarai provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kabupaten Manggarai, Aloysius Jebarut sangat mengapresiasi terhadap partisipasi dan hasil pementasan seni tari dan musik oleh para peserta. “Ini sangat luar biasa, dan hasil karya tari bapa dan ibu guru akan kita ikutkan dalam festival tahunan dinas pariwisata”, kata Aloysius.
Dia mengatakan, tahun depan anggaran untuk kegiatan pelatihan seperti ini akan kita tingkatkan sebab bapa dan ibu guru merupakan ujung tombak yang dapat mewariskan budaya Manggarai kepada generasi berikutnya di sekolah masing-masing,” tambahnya.
Felix Edon, selaku narasumber utama dalam pelatihan ini mengatakan bahwa orang tua kita itu kuat dengan budaya bertuturnya dan Ini perlu dilestarikan. Seni budaya Manggarai itu perlu dibudayakan di lestarikan.
Ditambahkannya, ada tujuh irama musik tradisional Manggarai yaitu takitu, kedendik, mbata, sanda, concong , ndundundake, dan irama tako latung data. Dikatakan Felix, dalam pelatihan ini ada beberapa kurikulumnya yakni teori, praktek dan pementasan. Ada praktek bermain musik, praktek menari, praktek menyanyi, lanjut Felix.
Selesai pelatihan ini para peserta akan menjadi koreografer di sekolah masing-masing. Hal ini merupakan momentum yang sangat penting untuk melestarikan budaya Manggarai ke depan. Para guru juga adalah pelaku kesenian di sekolah masing-masing. Properti yang digunakan yaitu gong, gendang dan cakatinding/mbetung yaitu alat musik tradisional terbuat dari bambu.
Instruktur dalam pelatihan ini, Felix Edon, Irna Aburman dan Yustina Tima.
Sebanyak 40 orang guru Seni Budaya dari berbagai sekolah SMP dan SMA di kabupaten Manggarai terlibat dalam kegiatan pelatihan Seni Budaya Manggarai ini.
Dalam pantauan media ini, saat pementasan peserta dibagi dalam lima kelompok. Kelompok satu, bernama Rangga Kaba (Tanduk Kerbau).
Kelompok ini menarikan tarian Sae Wako. Wako, merupakan payung tradisional yang digunakan petani jaman dulu. Menganjurkan kita menggunakan wako untuk menekan pemakaian bahan plastik.
Kelompok dua; bernama Tanggong, menarikan tari Dedang Songke. Ditarikan oleh tiga orang guru perempuan yang sedang menenun kain songke Manggarai diiringi musik tradisional gong dan gendang.
Kelompok tiga yang nama Uwamo, menggambarkan kumpulan perempuan yang sedang memetik buah nggeluk, sejenis makanan lokal Manggarai.
Kelompok empat yang bernama Manik yang berarti keindahan, kecantikan gadis Manggarai, menarikan tarian Reko Kala, menggambarkan perempuan Manggarai memiliki martabat yang tinggi sehingga laki-laki yang meminangnya harus dengan usaha yang keras untuk memilikinya.
Kelompok lima bernama Wecak Wini, tarian yang menggambarkan orang sedang menaburkan benih di sawah atau ladang. Seluruh pementasan ditutup dengan tarian Sae yang ditarikan oleh peserta ibu-ibu guru.
Kesan peserta bahwa kegiatan yang diakhiri dengan pementasan seni yang sangat spektakuler ini dapat dipentaskan di Natas Labar, Motang Rua yang melibatkan semua sekolah. Masukkan lainnya dari para peserta yakni Seni Budaya Manggarai dapat dimasukkan dalam kurikulum sekolah. (Beni L)