Suksesi Nasional, Lamongan-
Adanya program PTSL di Desa Tenggerejo , Kec.Kedungpring, Kab Lamongan diharapkan untuk mencegah konflik urusan dikemudian hari. Namun justru didesa tersebut kini menimbulkan dampak negatif ditengah masyarakat. Sebagaimana puluhan warga diatas kini melaporkan ke Unit Tindak Pidana Korupsi, Polres Lamongan, Rabu (3/3/2021). Puluhan warga perwakilan korban dengan didampingi kuasa hukum melaporkan Pokmas yang bermasalah segera ditindak tegas.
Dimana Pokmas setingan perangkat desa untuk menangani pengurusan sertifikat massal Prona itu tidak transparan dan melakukan pungutan liar . Awalnya warga tidak keberatan, jika Pokmas dibentuk secara terbuka dan transparan, namun warga kecewa karena tanpa sepengetahuan dan kesepakatan terlebih dulu.
Menurut Muhadzab Attori KW, jika kedatangannnya ke Polres Lamongan adalah melaporkan Pokmas yang melakukan pungutan liar dalam program Prona.
” Awalnya tidak ada penjaringan untuk pembentukan Pokmas, tahu-tahu Pokmas sudah ada. Kami menyayangkan karena pengurus Pokmas mayoritas dari perangkat desa, hanya satu dari tokoh masyarakat, itu pun hanya sebagai tameng saja dan tidak dilibatkan dalam kegiatan Pokmas di PTSL. Bahkan tidak ada Surat Keputusan atau SK Pokmas, tahu-tahu sosialisasi Pokmas terbentuk dan ada nominal nilai jika ikut Prona, ” kata perwakilan warga Desa Tenggerejo, pada Suksesi Nasional.
” Semula masyarakat dikenakan biaya sebesar Rp. 600 ribu, alasanya untuk petugas pengukuran, administrasi dan pembuatan patok. Namun setelah sertifikat jadi diminta tambahan biaya administrasi Rp 200 ribu lagi, dengan dalih Akta Jual Beli (AJB) Jadi totalnya Rp. 800 ribu. Padahal tidak semua pemohon ada yang proses jual beli, dan saat ini tidak ada pemasangan patok, lantas dananya itu kemana?. Padahal ada sekitar 1.256 dan sudah selesai 90 persen, bisa dijimlah sendiri hasil korupsinya, ” tambah Muadzab saat didampingi warga korban lain dan kuasa hukumnya.
Sementara itu Fkrul Syaifuddin, Kuasa Hukum pelapor, mengungkapkan bahwa, pungli yang diduga dilakukan oleh Kepala Desa dan Perangkat Desa Tenggerejo ini jelas melanggar Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agraria tahun 2017.
“Dalam SKB 3 menteri tersebut, sangat jelas untuk wilayah Jawa dan Bali dibolehkan menarik biaya untuk patok dan materai maksimal Rp. 150 ribu, tidak boleh lebih. Lah ini dipungut Rp 600 – Rp 800 ribu, kan jelas ada pungli besar-besaran,” katanya pada sejumlah awak media.
Jika penarikan Rp 600 ribu, tambah Fikrul ” Dikalikan jumlah total 1.256 petak sertifikat maka dugaan punglinya sekitar Rp 565 juta. Sementara jika Rp 800 ribu, maka dugaan punglinya Rp 816 juta. Itulah hitungan dari jumlah uang yang ditarik dikurangi biaya seharusnya Rp 150 ribu. Sangat besar punglinya, sehingga kami meminta petugas kepolisian serius melakukan penyelidikan dan penyidikan, karena ini uang rakyat,” jelas Fikrul Syaifuddin tegas.
Terpisah Eko Sumo , Ketua Pokmas PTSL Desa Tenggerejo, Slamet Eko Sumo mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses pengurusan PTSL, bahkan dia mengaku tidak pernah diberikan SK Pokmas PTSL.
” Saya ketua Pokmas PTSL Desa Tenggerejo. Tetapi sampai saat ini saya tidak pernah tau SK nya, tidak pernah tanda tangan masalah PTSL dan tidak pernah dilibatkan masalah anggaran, nama saya hanya dicantumkan, ” kata Ketua Pokmas, saat dikonfirmasi.
Sementara itu, Ipda M. Yusuf mengaku belum mengetahui adanya pengaduan masyarakat (Dumas) tersebut, karena ia sedang lepas. Ia akan segera mengkroscek laporan tersebut, kepada anggota yang sedang jaga.
“Saya belum tau mas. Karena posisi lagi lepas piket,”ujar Kanit Tipikor Satreskrim Polres Lamongan.
Sedangkan berdasarkan surat tanda terima pengaduan masyarakat nomor STTPM/76/III/2021, yang diterima Suaraindonesia.co.id. Laporan tersebut diterima dan ditanda tangani oleh oleh Aiptu Bambang Sukirno, salah satu anggota unit Tipikor Polres Lamongan.(rul)