Suksesi Nasional, Lamongan -Pemerintah daerah maupun desa setidaknya pro aktif terhadap kondisi dan nasib warganya. Terlebih warga yang nasibnya malang, dimana seharusnya ada perhatian dan solusi yang terbaik untuk warga yang mendapat kehidupan yang layak sebagaimana mestinya.
Sebagaimana yang dialami Sayana (62), warga Dusun Pujut, Desa Sidomulyo, Kec Deket, Lamongan. Nenek renta yang notabenenya Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) sudah belasan tahun hidup sendirian dirumah Tidak Layak Huni (RTLH). Ironis lagi disaat musim hujan, kondisi rumahnya terendam air dan banjir. Hari-harinya keluar masuk rumah berjalan tertatih-tatih seraya berpegangan pada dinding rumah, terkadang sambil membawa gala. Rumahnya kumuh, bagaikan lorong dan liang yang layak (maaf) dihuni hewan. Baru- baru ini bangunan kondisi rumah sang nenek semakin tragis, bagaikan kolam air. Pasalnya, disaat Pemkab Lamongan melakukan pembangunan dan peninggian jalan raya, rumah tersebut nampak terkubur jika dilihat dari luar.
Tinggi bangunan rumah nenek malang tersebut juga hanya berkisar kurang lebih 1.5 meter dari permukaan tanah. Diusia yang sangat rentan itu ia harus menerima kenyataan pahit dan bertahan ditengah kepungan banjir. Hal itu berbalik yang semestinya bisa menikmati hidup yang layak di sisa-sisa usianya. Namun meski dalam rumahnya banjir sedalam 1 meter, namun nenek dengan gangguan mental tersebut tetap bertahan dirumahnya. Bisa dibayangkan andai nenek tersebut kondisi jiwanya normal, diyakini tidak akan bertahan dirumahnya.
“Memang orangnya stres jadi yang nggak bisa diatur, seandainya bisa (diatur) mungkin sudah pindah ke rumah saudara-saudaranya,” ungkap keluarga nenek ODGJ, Mustakim, Rabu (15/2/2023).
Untuk makan dan mandi nenek itu bergantung dengan saudara yang rumahnya bersebelahan. Pihak keluarga sudah berulang kali meminta nenek tersebut untuk pindah namun di tolak dan memilih bertahan dirumahnya sendiri.
“Untuk makan, mandi di rumah saudara-saudaranya, tapi tidur tetap dirumahnya sendiri nggak mau dipindah,” terangnya.
Tempat kediaman Nenek Sayana berada tepat di barat jalan ruas Deket-Soko yang menjadi sasaran program perbaikan jalan pemerintah setempat. Sementara anak-anaknya sudah berpisah dan hidup bersama keluarga kecil mereka.
“Hidup sendiri dia (Sayana), dua anaknya hidup ikut keluarga baru mereka,” ujarnya.
Mustakim tak menampik jika ia dan Sayana menerima dampak dari proyek perbaikan jalan lantaran air terjebak ke dataran rendah seperti rumah-rumah warga dan tidak bisa mengalir bahkan tampak seperti tampungan air.
“Kalau dipikir jarak jauh ya, kalau belum bisa membangun meninggikan bangunan ya sangat terdampak air tidak bisa mengalir dan terjebak, pasalnya kita juga nggak punya sawah atau usaha lain untuk dijual dan dibuat membangun rumah,” pungkasnya.(rul)