Suksesi Nasional, Surabaya – Ada apa dengan Petugas Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLH) Jatim ? Kasus penangkapan kayu olahan asal Dobo Maluku ex muatan Kapal Asia Ship menjadi rumor miring yang layak untuk dipertanyakan.
Dari sejumlah informasi dan berdasarkan dokumen yang menyertai pengiriman kayu tersebut, terbukti bahwa dokumen lengkap dan sesuai dengan jumlah kubikasinya. Namun oleh pihak Gakkum KLH tetap saja melakukan penangkapan dengan memasang Police Line.
Akibatnya fatal, para pengusaha yang ingin agar perusahaannya dapat melakukan aktivitas di tengah Pandemi Covid 19, dipaksa harus gulung tikar. Dampak lain yang membuat para pelaku bisnis kayu di hilir semakin tak berdaya, hilangnya kepercayaan para pelangan.
Tonak, salah satu pengusaha kayu, yang selama ini dikenal sebagai pebisnis kayu senior yang telah malang melintang di dunia perkayuan ikut prihatin dengan sikap petugas yang arogan. Menurutnya, seharusnya tugas para abdi negara negara adalah membuat rasa aman dan nyaman para pebisnis dan bukan malah sebalik menjadi penghalang.
“Kita ini bukan maling, kayu-kayu juga kita hasil beli dan sudah bayar pajak sesuai ketentuan. Kalau petugas Gakkum memang sungguh-sungguh ingin menegakkan hukum, ya harus dilakukan didaerah asal kayu (Industri hulu), bukan di hilir ?”Keluh Tonak.
Sebagai pebisnis kayu yang telah menelan pahit manisnya usaha di bidang ini, Tonak berharap agar pemerintah dapat memberi solusi dan bukan membuat frustrasi pengusaha. Jika sikap aparat masih seperti saat ini dapat dipastikan perekonomian akan semakin hancur dan pengangguran akan semakin subur.
“Coba kita simak, bagaimana kasus-kasus kayu yang ditangani Gakkum terdahulu, sesuai keputusan MA hampir semua kembali ke pemilik. Selama menunggu proses hukum yang memakan waktu hingga tahunan, siapa harus menanggung kerugian ? Sudah pasti kita,” ungkap Tonak.
Lebih jauh Tonak menambahkan, selama proses hukum kayu yang ditangkap Gakkum yang biasanya memakan waktu yang panjang hingga barang bukti kayu menjadi rusak, pemerintah dalam hal ini Gakkum KLH terkesan lepas tangan. Tonak berharap, agar para pengusaha kayu bersatu dalam asosiasi dan memiliki kuasa hukum, agar kasus-kasus semacam itu tak terjadi berulang-ulang.
“Kita ini bukan cukong tapi cuma pebisnis kecil yang berharap agar perusahaan ada aktivitas dan karyawan dapat bekerja. Kita harus bersatu dalam satu komunitas pebisnis kayu agar tidak menjadi bulan-bulanan permainan hukum,” tandasnya.
Data yang berhasil dihimpun Suksesi, kayu yang diamankan tim Gakkum berjumlah 265 m3 kayu merbau olahan ex muatan Kapal Asia Ship. Kayu 265 m3 asal Maluku tersebut terbagi dalam dua perusahaan yang berbeda yakni, UD Muara Tanjung 150 m3 tujuan Surabaya Trading Gresik dan UD Zahara Pratama 115 m3 tujuan Surabaya. Pembongkoran kayu dari kapal Asia Ship yang dilaksanakan di Dermaga Kalimas Pelabuhan Tanjung Perak (14/8/2020), kini menjadi sorotan publik.
Yang mengejutkan, informasi menyebut bahwa penangkapan yang dilakukan Gakkum di hilir berdasarkan laporan seorang yang mengaku wartawan asal Dobo berinisial J yang diduga juga merupakan suruhan pengusaha kayu berinisial W. Jika dugaan ini benar, berarti ada kerja sama oknum petugas dengan oknum pengusaha dari asal kayu dan ini berarti sudah mengetahui adanya kesalahan dari hulu. Yang menjadi pertanyaan, mengapa tidak dilakukan penangkapan dari asal kayu, ada apa ?
Dikonfirmasi via HP, Gatot dari petugas Dinas Kehutanan Jatim tidak mengetahui pasti tindakan yang dilakukan Gakkum namun menurutnya kayu-kayu tersebut tidak ada masalah dengan dokumen. Bahkan sumber yang bertanggungjawab mengatakan bahwa BKSDA pun menyebut tidak ada masalah.
“Maaf, kami dari Dinas tidak mengetahui masalah penyegelan atau police line yang dilakukan Gakkum. Kami hanya melihat dokumen sesuai dan tidak ada masalah, itu saja”, jelas Gatot.
Sementara, Dedi oknum petugas Gakkum KLH yang nenangani kasus ini beberapa kali dihubungi via ponselnya, walau telepon berdering namun tidak diangkat. (dung)