Suksesi Nasional, Lamongan – Setelah adanya laporan yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Kebonsari beberapa waktu lalu. Akhirnya Inspektorat Kabupaten Lamongan melakukan pemeriksaan terhadap oknum Kades Kebonsari Suharto, Senin (05/04/2021).
Pemanggilan terhadap Suharto atas dugaan kasus korupsi Dana Desa (DD) dan program Padat Karya Tunai (PKT) saat dirinya menjabat sebagai Kepala Desa (Kades) Kebonsari Kecamatan Sidodadi, Kabupaten Lamongan.
Kasus korupsi penyelewengan dana PKT dan DD mencuat setelah beberapa waktu yang lalu di laporkan oleh BPD setempat berserta puluhan warganya.
Mereka menduga sang oknum Kades melakukan tindakan diluar batas tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dengan menyelewengkan anggaran kegiatan Padat Karya Tunai Dana Desa (PKT-DD) tahun anggaran 2019 hingga mencapai ratusan juta rupiah.
Kepala Inspektorat Kabupaten Lamongan, Heri Pranoto membenarkan terkait adanya pemanggilan kepada salah seorang Kades atas dugaan penyelewengan anggaran Desa.
“Ya benar, kemarin kita kirim surat pemanggilan, hari ini diperiksa tim penyidik Inspektorat. Terkait dugaan korupsi itu jelas akan terus kami usut,” kata Heri kepada Suksesi Nasional, melalui sambungan selulernya.
Pengungkapan ini, sambung Heri, akan terus berlanjut, kami juga akan memanggil saksi lainnya, termasuk Kepala Dusun (Kasun) dan pihak- pihak terkait yang terllibat, akan kami mintai keterangan. Untuk saat ini masih satu orang, kita tunggu perkembangan proses selanjutnya,” tambah Heri.
Lebih lanjut Heri menyampaikan, jika pihaknya akan menyerahkan berkas hasil pendalam kasus yang telah dilakukan kepada Polres Lamongan.
“Hasil penyelidikan nantinya juga kami serahkan ke Polisi jika terbukti bersalah. Karena Kepolisian yang berwenang menjatuhi hukuman, ” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui di laporkannya Suharto, Kades Kebonsari tersebut, karena masyarakat sudah merasa kesal atas ketidaktransparan dalam penggunaan ADD-DD, yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah.
Selain itu, Suharto diduga menyelewengkan beberapa anggaran untuk kegiatan program Padat Karya di beberapa titik.
Ketidaktransparan itu di lakukan karena tidak adanya SPJ yang konkrit, bahkan saat membuat SPJ yang diduga abal-abal tanpa sepengetahuan pihak-pihak terkait, termasuk Timlak.(rul)