Suksesi Nasional, NTT – Kasus dugaan tindak pidana penganiayaan yang melibatkan AA (42) dan RM (65), keduanya warga kampung Teno Desa Compang Suka, kecamatan Kuwus kabupaten Manggarai Barat, NTT berakhir damai.
Keduanya baik terduga pelaku dan korban secara bersama-sama bersepakat untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan berdasarkan adat budaya Manggarai.
Moment indah ini dilaksanakan di Mako Polsek Kuwus di Golowelu kabupaten Manggarai Barat Senin 10 Pebruari 2025.
Kasus dugaan tindak pidana penganiayaan ini sendiri terjadi pada hari Jumat 3 Januari 2025 pukul 9.00 di kampung Teno Desa Compang Suka kecamatan Kuwus kabupaten Manggarai Barat NTT.
Tersulut emosi terduga pelaku RM menghantam AA dengan sebatang kayu bambu mengakibatkan korban alami luka di tangan.
Tak terima dengan perlakuan pemukulan ini, korban melaporkan ke Mako Polsek Kuwus di Golowelu pada 3 Januari 2025 dengan laporan polisi nomor : LP/B/01/2025/SPKT/Polsek Kuwus/Polres/Polda NTT.
Kapolsek kecamatan Kuwus IPDA Arsilinus Lentar kepada media ini mengatakan bahwa restoratif justice (RJ) penyelesaian kasus secara kekeluargaan merupakan amanat undang-undang.
Kedua belah pihak antara terduga pelaku dan korban secara bersama-sama bersepakat untuk menyelesaikan secara kekeluargaan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Pihak kepolisian, kata dia, yang dihadiri Kanit Reskrim Polsek Kuwus AIPDA Renddy Y Adang hanya fasilitas tempat.
Kedua belah pihak yang didampingi keluarga masing-masing bersepakat untuk menyelesaikan permasalahan penganiayaan tersebut secara Restorative Justice/Kekeluargaan, ungkapnya.
“Kami atas nama institusi kepolisian memberikan apresiasi kepada kedua belah pihak yang beritikad baik menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan.
Setelah berakhirnya penyelesaian kasus ini di harapkan semua bisa saling memaafkan dan menjaga keamanan serta tetap menjalin tali persaudaraan.
Mari tetap menjaga keamanan dan ketertiban pada lingkungan kita masing-masing”, ujar Kapolsek asal Macang Pacar Manggarai Barat ini.
Penasehat hukum korban AA, Melkhi Yudiwan, SH MH kepada media ini mengungkapkan bahwa dalam upaya negoisasi damai yang nyaris tanpa hambatan ini dapat diterima kedua belah pihak setelah diberi pencerahan hukum yang cukup akurat dan meyakinkan, disertai penjelasan tehnis hukum lainya secara detail kepada korban terutama soal untung-rugi.
Secara ekonomis dan sosial yang mesti nanti ditanggung oleh kedua belah pihak terduga pelaku dan korban maka pada akhirnya keduanya sadar dan bersama-sama bersepakat tanpa paksaan menyelesaikannya secara kekeluarga, ungkap Melkhi dari kantor Advokat dan Konsultan Hukum Melkhi Yudiwan, SH, MH & Partner’s.
Lebih lanjut Melkhi katakan bahwa Restoratif Justice (RJ) adalah pendekatan dalam sistem peradilan pidana yang berfokus pada pemulihan hubungan yang rusak akibat tindak pidana.
Pendekatan ini juga dikenal sebagai keadilan restoratif. Prinsip Restoratif Justice, kata dia, mengutamakan pemulihan dan penyelesaian masalah bukan pembalasan.
Penyelesaian persoalan hukum pidana berdasarkan restoratif justice ini, dipayungi oleh beberapa regulasi, antra lain: Pasal 310 KUHP, Pasal 205 KUHAP, yang kemudian dipertegas oleh PERMA-RI No. 2 Tahun 2012, Peraturan Kepolisian Negara RI No. 8 Tahun 2021, Peraturan KEJAGUNG RI No. 15 Tahun 2020, terang Melki.
“Hemat saya, konsep Restoratif Justice (RJ) adalah bagian dari upaya pemerintah dalam melakukan modernisasi hukum pidana di Indonesia, yang sangat cocok dengan kondisi real sosial masyarakat kita saat ini.
Damai itu indah, damai itu asyik dan menyenangkan dan hanya dengan hidup berdamai, kita dapat memerdekakan diri dari kungkungan egoisme kita.
Hanya dengan berdamai kita dapat mewujudkan kebebasan dan kebersamaan dalam kehidupan sosial masyarakat yang lebih harmonis, aman, dan sejahtera, ungkap Melkhi sedikit puitis.
Selamat dan profisiat saudaraku AA dan RM, bersama kedua keluarga besar kalian, tutur mantan hakim ad hoc PHI Kupang ini. (Beni L)