Suksesi Nasional, Surabaya – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Majelis Hakim yang diketuai hakim Sutrisno, telah memvonis 2 bulan terdakwa Ivan Kristanto selaku pemilik CV. Syana Omnia dalam kasus merek kosmetik sehingga membuat korban merasa kecewa atas putusan hakim. Vonis tersebut dibacakan pada Kamis (23/11/2023) diruang sidang Sari 3 PN Surabaya.
Persidangan dengan agenda putusan ini sempat ditunda sejak 2 minggu dan sesuai jadwal putusan yang tertera dalam website SIPP Pengadilan Negeri Surabaya yang seharusnya digelar pada Senin (6/11/2023) yang lalu.
“Mengadili :
1. Menyatakan Terdakwa Ivan Kristanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana.
2.Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 bulan dengan denda 20 juta apabila denda tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,
3. Terdakwa tetap dalam tahanan”, ujar hakim Sutrisno membacakan vonis dihadapan terdakwa Ivan disaksikan Jaksa Penuntut Umum Farida dimana terdakwa tanpa pernah ditahan maupun didampingi pengacara.
Usai sidang berakhir dan ditutup, kuasa hukum korban (pelapor) Nadia Dwi Kristanto, Advokat Utcok Jimmi Lamhot, SH menyatakan kekecewaannya didepan sejumlah wartawan atas putusan hakim yang dianggap ringan.
“Pendapat hukum, saya benar-benar pengadilan ini tidak menegakkan hukum, sehingga akan banyak yang akan meniru untuk mengedarkan produk -produk milik orang lain. Saya heran, mengapa Jaksa sebagai kuasa hukum dari korban tidak membela korban sebagaimana mestinya”, ujar pengacara Jimmi mewakili klien yang merasa kecewa.
“Kalau memang ada perbuatan yang dilanggar, sesuai perbuatan pasal 197 undang-undang kesehatan dimana notabenenya hukuman maksimalnya 15 tahun, wajib itu ditahan tapi ini tidak ada ditahan.
Dan tuntutannya juga minim sekali hanya 4 bulan, vonis putusannya 2 bulan, disinilah pengadilan-pengadilan di Indonesia tidak mampu memberikan efek jera dan menegakkan keadilan yang sesungguhnya”, ungkapnya dengan kecewa
Lebih lanjut kata Jimmi, pihaknya sangat berharap agar jaksa yang menangani perkara tersebut dapat diperiksa oleh tim Kejagung.
“Saya berharap agar jaksanya yang menangani perkara ini diperiksa di Kejagung”, tegasnya.
Sementara itu, Farida Hariani dari Kejaksaan Tinggi Jatim yang merupakan JPU dalam kasus ini saat keluar dari ruang sidang, menolak dimintai keterangan soal banding atau tidak atas putusan hakim dan nyelonong pergi tanpa menghiraukan awak media.
Menurut kuasa hukum korban, pihaknya menyayangkan soal penundaan sidang yang tidak digelar secara resmi, saat agenda putusan, namun penundaan dilakukan secara secara sepihak dan mendadak pada Senin (6/11/2023) lalu.
“Adanya penundaan dalam persidangan, jadi membuat klien kami sebagai korban merasa seperti penegakkan hukum tidak benar-benar ditegakkan.
Penundaan sidang itu seharusnya resmi baik jaksa, hakim, maupun terdakwa harus datang dan itu realitanya karena itu aturan hukumnya dari kitab undang-undang hukum acara pidana”, tegas pengacara berdarah batak ini.
Dimana diketahui, Ivan Kristianto dilaporkan adik kandungnya sendiri Nadia Dwi Kristanto ke instansi kepolisian karena tidak terima merek dan penjualan essentials oil miliknya dijual Ivan Kristanto tanpa seizinnya.
Penjualan dilakukan Ivan Kristanto setelah keduanya memutuskan pecah kongsi dan tidak tinggal bersama di ruko yang bersandingan dan berbisnis bersama.
Namun, lambat laun kesepakatan tersebut dinilai tak sesuai. Ia merasa semakin merugi lantaran tak diberi keuntungan sepeser pun dari hasil penjualan produk dan merek yang diklaim sebagai resep pribadi Nadia Dwi Kristanto dan dibuat secara otodidak dijual tanpa ijin Nadia dan menjadikan kasus ini masuk ke persidangan.
“Itu (resep) saya dapat otodidak, karena sering ditekan sama kakak, ini hanya saya yang tahu resep dan formulanya, termasuk cara produksinya”, ungkap Nadia.
“Nama, merek, hingga resep yang digunakan Ivan adalah milik saya. Yang jadi masalah, Ivan juga jual produk menggunakan merek saya di toko online Shopee tanpa ijin edar (BPOM), semua bukti ada sudah diserahkan ke penyidik.
Dulu sebelum pisah usaha, sudah saya ajukan pendaftaran merek atas nama saya, waktu itu masih bentuk CV, produksi di dalam ruko saat itu, jadi belum ada manajemen perusahaan,” tambah Nadia.
Nadia menyebut produk dan merk milik Ivan adalah miliknya, dibuat sejak lama. Bahkan, salah satu brandnya, Natuna Essentials sudah ada izin BPOM.
Setengah tahun dari 2020 pertengahan didaftarkan sendiri dengan produk serupa, HAKI miliknya didaftarkan di 2018. (dungs)