Pihak RT / RW Harus bisa Mengendalikan dan Membubarkan Kegiatan Warganya
Suksesi Nasional, Surabaya –Sesuai dengan Surat Edaran (SE) Wali Kota Surabaya nomor 003.1/9260/436.8.4/2021 ter tanggal 13 Agustus 2021, Pemkot Surabaya melarang dengan keras segala kegiatan lomba dan malam tirakatan menjelang Hari Kemerdekaan RI yang 76 Tahun.
Selain pada poin ke-12 dalam SE berisi Pedoman Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) Tahun 2021, imbauan pelarangan lomba dan malam tirakatan itu disebutkan secara gamblang.
Febriadhitya Prajatara Kabag Humas Pemkot Surabaya mengonfirmasi sekaligus menjelaskan alasannya kenapa kita tidak boleh menggelar tirakatan dan lomba, “Kami memang mengeluarkan SE tertanggal 13 Agustus. Benar di poin 12 masyarakat agar tidak melaksanakan kegiatan lomba dan malam tirakatan sebagai antisipasi. Karena surabaya ini masih level 4. Walau pun warna zona sudah oranye,” ujarnya.
Pelarangan lomba, malam tirakatan, dan kegiatan lain dalam rangka perayaan kemerdekaan itu diharapkan bisa menekan angka kasus Covid-19 dan memutus mata rantai penyebaran virusnya.
“Harapannya, kita juga, kan, enggak mau ada lonjakan kasus kembali. Kami paham bahwa ini merupakan budaya yang baik untuk mensyukuri kemerdekaan. Tapi kondisinya masih seperti ini,” katanya.
Pemkot Surabaya, kata Febri, memahami bahwa lomba mau pun malam tirakatan sudah menjadi budaya di masyarakat sebelum covid-19. Kali ini, masyarakat diharap mensyukuri kemerdekaan dari rumah masing-masing.
SE ini sudah kami tembuskan ke Pengurus RT dan RW. Mereka yang akan menyampaikan kepada warganya. Karena, kan, lomba atau malam tirakatan ini juga RT-RW yang mengadakan. Kadang sampai menutup jalan,” ujarnya.
Melalui Surat Edaran itu, Pemkot Surabaya, kata Febri, berharap warga lebih peduli dengan situasi. Budaya itu bagus, tapi kalau bisa membuat celaka, Febri pun mempertanyakan, apakah itu bagus?
“Ini, kan, antisipasi saja, supaya tidak terjadi kerumuman. Mau terbatas atau tidak, pasti nanti di sana ada kegiatan makan-makan. Tasyakuran enggak enak lek enggak nggawe tumpeng. Mangan nang kono, buka (masker). Walau pun sudah vaksin dosis 1 dan 2,” ujarnya.
Febri mengingatkan, Virus Varian Delt ini range (jangkauan) penyebarannya mencapai 20 meter melalui udara. Bisa jadi, warga yang menggelar tasyakuran, selain pulang ke rumah membawa makanan juga membawa virus.
“Akhirnya bisa celaka. Kita tidak berharap itu. Apalagi saat ini sudah landai di beberapa RS Pemkot. RS Darurat Juga sudah kosong semua. RS Haji terisi 200-300 (pasien) saja dan sedang kami percepat kesembuhannya,” ujarnya.
Situasi Surabaya yang sudah melandai dalam hal kasus Covid-19, kata Febri, juga bisa dilihat dengan hanya 34 rumah sehat yang terisi. Juga pemakaman dengan protokol Covid-19 yang turun drastis.
“Beberapa minggu kemarin (pemakaman dengan protokol Covid-19) sekitar 200-an, sekarang sekitar 15-25-an. Ini kan harus tetap dijaga. Kalau bisa turun terus. Caranya dengan tidak egois. Karena ini perang semesta. Perlu gorong-royong,” ujarnya.
Pemkot Surabaya, kata Febri, akan tetap bertindak tegas bila mendapatkan laporan adanya masyarakat yang tetap sembunyi-sembunyi menyelenggarakan lomba secara tatap muka mau pun malam tirakatan.
“Silakan laporkan. Kami akan berterima kasih. Seandainya ada yang singit-singit terpaksa kami bubarkan. Apalagi kalau ada yang bertanggung jawab, yang inisiatif siapa, akan disesuaikan dengan aturan yang berlaku. Tentu ada sanksinya,” ujarnya.
Daripada dibubarkan dan pada akhirnya merasa kecewa, Febri berharap, kegiatan yang memang sudah diimbau tidak digelar karena berpotensi kerumunan, lebih baik tidak usah digelar.
“Ini bukan hanya tanggung jawab petugas atau RT-RW. Ini tanggung jawab kita semua. Tanggung jawab semua warga, supaya Surabaya tetap landai. Karena ini bentuk perjuangan juga,” katanya.
“Mari, dalam momentum perayaan kemerdekaan ini kita berjuang bersama-sama. Kalau dulu kita melawan penjajah. Sekarang kita diuji melawan Covid-19. Senjata utama kita adalah vaksin dan masker itu sendiri,” katanya.
Febri pun mengajak seluruh masyarakat Kota Surabaya untuk berjuang bersama melawan Covid-19 dengan protokol kesehatan. Bukan untuk negara, tapi untuk keselamatan masing-masing.
“Karena sudah banyak istri yang ditinggal suaminya dan sebaliknya. Tidak sedikit juga anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya karena Covid-19 ini,” katanya (pri/net)