Suksesi Nasional, Jakarta – Terungkapnya pembicaraan Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan Wakil Walikota Solo Achmad Purnomo, di Istana Negara, Kamis (17/7) masih menjadi perbincangan yang menyita perhatian publik.
Pasalnya, pertemuan antara keduanya diketahui tengah membicarakan patgulipat pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon walikota Solo, dengan menjanjikan jabatan kepada Achmad Punomo jika memang mengurungkan niatnya untuk maju lagi di Pilkada Solo.
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) Said Salahudin menilai, apa yang dilakukan Jokowi tidak dapat dibenarkan. Sebagai kepala negara, tidak etis menyiapkan jabatan publik demi lancarnya kepentingan keluarga.
“Bagaimana jabatan-jabatan negara dipertukarkan dengan posisi anaknya. Itu udah penyimpangan, menyediakan satu posisi kenegaraan untuk dibarter demi kelancaran agenda politik anak presiden,” ujar Said Salahudin saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Senin (20/7).
Jika benar Purnomo diberikan jabatan untuk memuluskan pencalonan Gibran, Said Salahudin menilai itu sebagai penyimpangan konstitusi. Sebab Jokowi secara tidak langsung telah memanfaatkan jabatanya sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
“Ya tentu saja kalau disebut ada penyimpangan konstitusi, memang presiden ukurannya konstitusi, dia bukan lagi undang-undang. Dia menggunakan jabatannya untuk memuluskan anaknya dalam mempertukarkan jabatan-jabatan negara. Tapi itu jika benar menawarkan,” ungkapnya.
Berbeda halnya, lanjut jebolan Universitas Indonesia ini, jika barter politik yang dijanjikan Jokowi kepada Purnomo adalah jabatan di partai, yakni posisi penting di PDIP.
“Sekalipun ada pengaruh Pak Jokowinya, dengan meminta ke Ibu Mega atau kepada PDIP Jawa Tengah, ya itu masuk akal. Pertukarannya adalah untuk kepentingan politik, mengendorse anaknya supaya mulus proses pencalonannya,” jelasnya.
Tapi jika melihat pernyataan Purnomo, maka yang akan dipertukarkan menurut Said Salahudin, adalah posisi calon walikota dengan jabatan lembaga eksekutif. Maka dengan demikian, ia menilai itu bisa merusak sistem ketatanegaraan. “Soal posisi yang disebut-sebut ditawarkan kepada Purnomo, ini yang menurut saya merusak sistem ketatanegaraan,” demikian Said Salahudin. (rmol/*)