Suksesi Nasional, Jember – DPRD Jember Sepakat Makzulkan Bupati Jember, Faida dalam rapat paripurna hak menyatakan pendapat, Rabu (22/7). Anggota DPRD sebelumnya telah menggunakan hak interpelasi dan hak angket terhadap Faida.
“Keberadaan bupati sudah tidak diinginkan oleh DPRD Jember selaku wakil rakyat,” kata Ketua DPRD Jember, Itqon Syauqi usai rapat paripurna hak menyatakan pendapat di DPRD Jember, dikutip dari Antara.
Syauqi menyatakan hak menyatakan pendapat merupakan tindak lanjut dari dua hak yang sudah dilakukan oleh DPRD Jember. Menurutnya rekomendasi dewan saat melayangkan hak interpelasi dan angket diabaikan Faida.
“Kami menganggap bupati telah melanggar sumpah jabatan, melanggar peraturan perundang-undangan, sehingga DPRD bersikap melalui hak menyatakan pendapat kompak bahwa bupati dimakzulkan,” ujarnya.
Politikus PKB Jember itu menyadari DPRD secara administratif tidak bisa memberhentikan bupati. Menurutnya yang bisa memecat adalah Menteri Dalam Negeri melalui fatwa Mahkamah Agung.
“Kami akan meminta fatwa kepada Mahkamah Agung, sehingga kami akan meminta fatwa MA terkait keputusan paripurna itu,” katanya.
Dekat Kaum Marjinal, Faida Beri Perlawanan
Sementara itu, Faida tidak hadir dalam rapat paripurna hak menyatakan pendapat. Namun, ia mengirimkan jawaban secara tertulis pendapatnya perihal usul hak menyatakan pendapat DPRD Jember sebanyak 21 halaman.
Dalam surat jawaban itu, ada tiga poin yang disampaikan Faida yakni perihal konsekuensi hasil rapat koordinasi dan asistensi penyelesaian permasalahan pemerintahan di Jember yang melibatkan kepala daerah dan DPRD.
Kemudian pemenuhan aspek prosedural/aspek formil usul hak menyatakan pendapat oleh DPRD Jember, dan pendapat bupati Jember perihal materi yang menjadi alasan pengajuan hak menyatakan pendapat DPRD Jember.
“Hak menyatakan pendapat bukanlah hak yang sifatnya bebas, melainkan hak yang dalam pelaksanaannya terikat kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur penggunaan hak tersebut,” kata Faida.
Hari-hari ini berita pemakzulan Bupati Farida memang menjadi trending topik. Apalagi bupati cantik ini banyak memberikan beasiswa kepada para santri dan penghafal Alquran. Mungkin mereka menangis mengetahui kejadian ini, tanpa bisa berkata-kata.
Dalam catatan Hajinews, di Jember terdapat kurang lebih 500 pesantren. Lebih 2.000 santri mendapatkan beasiswa. Juga ada lebih 400 hafidz dan hafidzoh yang mendapatkan beasiswa.
Pemberian beasiswa ini dimaksudkan agar para santri mampu bersaing di dunia nyata dan menjadi pemimpin yang berakhlak. Bupati ini memang dikenal peduli dengan pendidikan pesantren.
Tapi sejarah berputar. DPRD melihat sang Bupati melanggar aturan main pemerintahan, antara lain melakukan mutasi besar-besaran tanpa prosedur terhadap 700 pegawai.
Bupati Jember Faida dinilai terlambat dalam merespon informasi dari Kemenpan RB tentang penerimaan CPNS tahun 2019. Dampaknya, Jember akhirnya tidak mendapatkan kuota. Sehingga hal itulah menjadi salah satu pelanggarannya.
Pelengseran Bupati ini akan dikaji oleh pimpinan DPRD Jember sebelum dikirimkan ke Mahkamah Agung. “Dikaji lagi, jangan-jangan ada persyaratan-persyaratan yang masih harus disempurnakan, karena DPRD secara administratif tidak bisa memecat bupati. Yang bisa dilakukan adalah pemakzulan atau pemecatan secara politik. Yang bisa memecat bupati adalah Mendagri melalui fatwa Mahkamah Agung. Kami akan meminta fatwa kepada Mahkamah Agung terkait keputusan paripurna ini,” kata . Ketua DPRD Jember, Muhammad Itqon Syauqi.
Diiringi Demo
Ratusan masyarakat Jember, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Jember (AMJ) melakukan aksi demo mendukung DPRD Jember mencabut mandat Faida.
Aksi massa yang dipimpin K.H. Syaiful Rijal (Gus Syef) berkumpul di lapangan Talangsari. Mereka berjalan menuju bundaran DPRD Kabupaten Jember dengan membawa sejumlah poster yang berisi kecaman terhadap Faida.
“Kami sangat mendukung sepenuhnya DPRD Kabupaten Jember menjalankan hak menyatakan pendapat untuk memakzulkan Bupati Jember Faida,” kata koordinator aksi, Kustiono Musri.
Menurut Kustiono, penggunaan dua hak konstitusi DPRD Kabupaten Jember, yakni hak interpelasi dan hak angket, tidak membuat Faida berbenah untuk memperbaiki hubungan dengan lembaga legislatif sebagai mitranya dalam menjalankan pemerintahan.
“Faktanya Pemkab Jember di bawah kendali Bupati Faida justru makin berjalan sendiri dan mengabaikan eksistensi lembaga legislatif tersebut,” ujarnya.
Kustiono menjelaskan persyaratan untuk membahas APBD 2020 agar bupati mematuhi dan menjalankan terlebih dahulu perubahan KSOTK sesuai dengan Surat Mendagri dan Gubernur Jawa Timur tak juga dijalankan sehingga Perda APBD 2020 makin mustahil disepakati bersama.
“Makin parah dengan adanya pandemi Covid-19 karena perencanaan anggaran penggunaan APBD yang hanya berdasarkan peraturan bupati praktis tanpa peran DPRD sama sekali, bahkan dewan tidak diberi tembusan terkait dengan anggaran dana COVID-19,” katanya.
Kustiono menyebut banyak fakta keburukan, kegagalan, pelanggaran, dan segala karut-marut sejak kepemimpinan Faida. Apalagi, BPK memberikan disclaimer atau tidak menyatakan pendapat terhadap pengelolaan keuangan APBD 2019.
“Dengan demikian, kami menilai kepemimpinan Bupati Faida dinilai telah gagal menjalankan amanat rakyat untuk mengelola triliunan rupiah uang negara semata-mata demi kesejahteraan rakyat Jember,” ujarnya. (cnn/glrc)