Suksesi Nasional, SURABAYA – Subdit lll Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim manangkap pelaku mafia tanah di Kabupaten Sumenep Madura.
“Tersangka adalah HS Direktur PT Sinar Mega Indah Persada (SMIP), MH dan MR, ketiganya merupakan warga Kabupaten Sumenep Madura.
HS yang sebelumnya masuk daftar pencarian orang (DPO) menjual Tanah Kas Desa (TKD) yang merugikan negara mencapai 114, 440 miliar rupiah.
“Tanah seluas 160.525 meter persegi atau hampir 17 hektare itu terletak di Desa Kolor Kecamatan Kota Kabupaten Sumenep Madura.
Tanah tersebut digunakan untuk pengembang Perumahan Bumi Sumekar Asri (BSA) dan diperjual belikan secara komersial oleh HS melalui PT. Sinar Mega Indah Persada (SMIP).
” Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jatim Kombes Pol. Dirmanto menyampaikan, kasus jual beli tanah kas desa (TKD) itu ditangani oleh Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jatim sejak tahun 1997 silam.
Kejadian itu pada tahun 1997, karena ini pidana yang berlanjut, sehingga saat ini proses penanganannya oleh Ditreskrimsus Polda Jatim,” ujar Kombes Pol Dirmanto saat konferensi pers di Mapolda Jatim Jalan Ahmad Yani 116 Surabaya Rabu (05/06/2024).
“Sementara itu, Kasubdit Tipidkor AKBP Edy Herwiyanto menjelaskan, di Kabupaten Sumenep terdapat tiga Desa yang memiliki Tanah Kas Desa yang terletak di Desa Kolor, Kecamatan Kota Sumenep.
Ini surat tanahnya masih berupa petok dan belum pernah diterbitkan sertifikat,” kata AKBP Edy.
“Tiga desa yang dimaksud adalah yaitu Desa Kolor Kecamatan Kota Sumenep, Desa Cabbiye Kecamatan Talango dan Desa Talango Kecamatan Talango.
Kita sudah pada tahapan menetapkan tiga orang tersangka, atas nama AS, Direktur PT. SMIP, kemudian MH, pegawai BPN dan MR seorang kepala desa,” ungkapnya.
“Modus operandi dari tersangka adalah, HS selaku direktur PT. SMIP melakukan ruislag terhadap Tanah Kas Desa di tiga Desa pada tahun 1997 silam, diganti dengan tanah yang terletak di Desa Peberasan, Sumenep.
Kemudian, di dalam ruslag itu ternyata tanah pengganti itu fiktif. Pada tahun 2015 ada masyarakat yang mengadukan, kita awali dengan penyelidikan,” paparnya.
“Setelah itu, lanjut AKBP Edy ternyata tanah yang di klaim sebagai tanah pengganti hingga saat ini, tanah tersebut masih milik warga.
Edy menjelaskan warga yang memiliki tanah tersebut merasa tidak pernah mengalihkan.
“Kemudian, kita lakukan pengecekan, karena ruislag itu diawali dengan pembelian tanah dan ternyata setelah kita telusuri dari akta jual-belinya itu tidak teregister atau tidak ada. Kita cek semuanya ternyata itu fiktif atau tidak ada,” ungkapnya.
Dari situlah Polisi mempunyai keyakinan bahwa yang dilakukan HS ini melanggar aturan.
“Kemudian kita lakukan penyelidikan lebih lanjut, ternyata banyak dokumen palsu. Dari proses pengadaan tanah pun tidak sesuai dengan prosedur,” jelasnya.
Atas kejadian tersebut, pihak kepolisian meningkatkan kasus tersebut ke penyidikan dan berulang kali dilakukan pra-peradilan oleh tersangka.
“Namun Alhamdulillah oleh pengadilan di tolak, dan kita lakukan proses penyidikan,” ujarnya.
Selain itu, sebut AKBP Edy, yang dilakukan Direktur PT. SMIP itu masih berlanjut. Sudah tau bahwa sudah proses penyidikan, tersangka masih melakukan penjualan obyek tanah ketiga Desa itu,” ujarnya.
“Menurut AKBP Edy ada beberapa dokumen sertifikat yang hilang, pihak tersangka pun masih mengajukan ke BPN untuk mengurus kembali sertifikat tersebut.
Selain itu, tersangka HS hingga saat ini masih memberikan uang kepada ketiga Kades tersebut, seolah-olah tanah kas pengganti itu disewa oleh HS,” paparnya.
“Sementara, ketiga Kades tersebut hingga saat ini menerima uang sewa dari HS. Ketiga Kades itu saat ini juga sudah dimintai keterangan.
Kita tanya di mana obyek tanah pengganti yang disewa oleh HS namun ketiga Kades tersebut tidak tau di mana letak obyek TKD milik masing-masing,” ucapnya.
“Ia mengatakan HS sendiri, saat ditanya lokasi obyek tanah pengganti ada di mana, dia tidak bisa menjelaskan di mana Obyek – nya.
Kemudian pihak kepolisian melakukan pengecekan di Pemkab, apakah tanah tersebut sudah masuk aset negara atau tidak, ternyata hingga saat ini TKD di ketiga Desa itu belum terdaftar atau tercatat sebagai TKD milik negara.
“Kami telah melakukan penyitaan aset milik Subianto dari hasil kejahatan, setelah mendapatkan ketiga TKD tersebut, dilakukan penjualan dan saat ini ada beberapa obyek yang dikuasai oleh pemiliknya karena telah dijual oleh HS,” jelasnya.
Saat ini penyidik menyita barang bukti 1 unit Toyota Land Cruiser tahun 1997, 134 aset berupa tanah dan bangunan di Desa Kolor senilai Rp 5,8 miliar.
“Kemudian dua aset berupa tanah di Desa Gedungan dengan taksir nilai sekitar Rp 3,4 miliar,
Kemudian ada 6 aset tanah dan bangunan di Sidomulyo, Surabaya, ditaksiran harga sekitar Rp 568 juta.
“Sehingga total aset yang bisa kita amankan yaitu sekitar Rp 97 miliar. Kemudian mereka dijerat dengan Pasal 2 Pasal 3 UU Tipidkor,” tandasnya.
AKBP Edy menjelaskan bahwa dua orang tersangka tidak dilakukan penahanan Karena tersangka tersebut sakit.
“Tersangka yang satu pakai oksigen dan yang satu pakai kateter,” pungkasnya.
Dari pengungkapan kasus tanah ini, pihak Polda Jatim telah membuka layanan pengaduan bagi masyarakat yang merasa di rugikan.
“Masyarakat bisa menghubungi dan melaporkan melalui Hotline dengan nomor 081234616882. (rus)