Gelar Kampanye Dialogis
Suksesi Nasional, Blitar – Saat ini masing-masing kandidat kepala daerah serta para pendukungnya sibuk memoles diri dan mempersiapkan strategi terbaik demi menarik simpati masyarakat di sisa waktu masa kampanye.
Kali ini, calon walikota Blitar Santoso didampingi pasangannya Tjutjuk Sunario mengunjungi warga sekitar Water park Sumber Udel Jalan Kali Brantas pada Jum’at malam (23/10/2020).
Usai kampanye dialogis, Santoso mengatakan, upaya merebut hati masyarakat Kota Blitar seperti yang dilakukannya ini tidak lepas dari fenomena politik yang menurutnya cenderung menyajikan pertarungan yang tidak sehat.
Narasi-narasi negatif serta argumentasi dari lawan politik baik tim sukses maupun pendukungnya lebih menjurus ke hal-hal yang tidak substantif yaitu dengan mencari-cari kelemahan atau memainkan isu politik identitas.
“Wajah panggung politik jelang Pilwali sekarang ini terlalu serius, kaku serta narasi negatif atau Black Campaign. Sudah saatnya diubah dengan hal-hal yang positif dan kreatif seperti yang kita lakukan sekarang”, ucap Santoso.
“Kami Paslon nomer urut 2 pasangan Satrio bersama partai pengusung serta relawan setia kami bertekad untuk terus melakukan kampanye yang santun, positif, inovatif dan kreatif”, lanjutnya.
Santoso menambahkan, secara kebetulan kampanye saat ini berada di dekat area pariwisata Water park Sumber Udel. Tempat wisata ini merupakan salah satu aset yang dimiliki Pemkot Blitar.
“Bisnis di dunia wisata semakin kompetitif, untuk memprediksi bagaimana kedepannya juga semakin sulit. Tantangan di dunia bisnis pariwisata membutuhkan kemampuan membuat keputusan yang tepat serta respon cepat dalam menangkap peluang bisnis menjadi sangat penting”, terang Santoso.
Sebagai birokrat yang sudah berpengalaman puluhan tahun, ia sangat memahami bahwa peran masyarakat akan sadar wisata, propaganda pariwisata harus lebih agresif lagi khususnya untuk segmen wisata halal, wisata religi dan wisata hobi.
“Wisata hobi misalnya seperti wisata laut, olahraga dan juga berenang. Sejauh ini anggaran untuk operasional lebih besar dari promosi. Kita tentu tidak membuat suatu kegiatan pariwisata hanya untuk ditonton sendiri. Alokasi biaya harus fifty fifty antara operasional dan promosi.
Orang luar harus tahu tentang wisata kita dan apa yang ada di dalamnya. Ini butuh strategi komunikasi yang terintegrasi, baik secara konvensional maupun digital”, pungkasnya. (ek)