Suksesi, Nasional Blitar – Masih maraknya pertambangan Illegal di Kabupaten Blitar menurut Pjs Bupati Blitar Budi Santosa adalah buah dari masih berbelit-belitnya regulasi pengurusan perusahaan pertambangan secara legal.
“Dari penambang-penambang illegal ternyata ada komitmen yang baik yaitu bagaimana pengurusan dari illegal menjadi legal dan pengurusannya itu mudah, jangan berbelit-belit. Intinya itu mereka kepingin legal”, kata Budi Santosa, Rabu (21/10/2020).
Pantauannya sejauh ini, proses pengurusan perusahaan pertambangan illegal menjadi legal di Kabupaten Blitar masih tergolong rumit dan kurang mendukung upaya percepatan pengurusan legalitas perusahaan. Untuk itu dia berupaya mengawal kebijakan percepatan pengurusan legalitas perusahaan pertambangan.
“Bagaimana kami disini selaku Pjs Bupati yang juga Kepala Satpol PP Provinsi Jawa Timur akan mengawal. Saya akan bentuk tim yang di Kabupaten Blitar bagaimana mengawal yang ada di kabupaten sebelum dibawa ke provinsi.
Nanti akan ada juga pendampingan dari APRI (Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia). Kalau sudah sampai provinsi, saya akan mengawal bersama BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) dengan tim Cipta Karya dan ESDM sehingga prosesnya menjadi cepat”, terangnya.
Dirinya optimis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Blitar akan meningkat lantaran disumbang dari sektor pertambangan yang sudah menjadi perusahaan pertambangan legal karena proses pengurusan legalitasnya mudah.
Ketua DPW APRI Jawa Timur Pungki Praja Jatmika menilai, masih banyaknya perusahaan pertambangan illegal khususnya di Kabupaten Blitar disebabkan adanya miskomunikasi tentang risalah proses perizinan.
Dikatakan Pungki, pemahaman risalah proses perizinan oleh pengusaha pertambangan menjadi penting agar supaya alur pengurusan izin perusahaan pertambangan bisa dikuasai dan dipahami oleh pengusaha pertambangan.
“Penambang-penambang kurang informasi tentang alur, masuk di kawasan IPR atau tidak. Kemudian masuk ke OP umum atau bukan. Tidak perlu ke teknik pertambangan sebenarnya.
Proses izinnya saja dulu, kan ada tahapannya. Misalnya kawasan itu berbatasan dengan Perhutani atau BBWS. Titik koordinatnya melebihi batas dengan perusahaan lain atau tidak. Informasi Kesehatan Tata Ruang (IKTR) harus melibatkan OPD terkait”, tandasnya.
Disamping persoalan izin, ada juga persoalan lain seperti yang dikeluhkan seorang pengusaha pertambangan bernama Yanto (51) alamat Soso Wlingi. Ia mengeluhkan sikap daripada kepala desa setempat yang mempersulit usaha pertambangan miliknya.
“Kami sebenarnya sudah nuruti apa yang menjadi permintaan warga, akan tetapi kepala desanya yang justru masih mempersulit”, kata Yanto kesal. (Adv/Kmf/ek)