Suksesi Nasional, Blitar- Debat Publik Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Blitar putaran kedua digelar di studio TVRI Jawa Timur di Jalan Mayjen Sungkono 124 Kota Surabaya, dan disiarkan secara langsung oleh televisi milik pemerintah tersebut pada pukul 19.00 WIB, Selasa (10/11/2020).
Pada sesi pertama dimulainya debat, masing-masing Paslon dipersilahkan untuk menyampaikan visi misinya secara singkat dengan tema “Tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik”.
Paslon nomer urut 1 Henry-Yasin menyampaikan, pihaknya akan memberikan layanan kepada masyarakat yang cepat, ramah, profesional dan transparan menuju Blitar kota digital. Masyarakat juga bisa mengetahui tata kelola anggaran di tingkat Kelurahan maupun Kecamatan melalui handphone.
Berbeda dengan Henry-Yasin, Paslon nomer urut 2 Santoso-Tjutjuk Sunario (Satrio) mengawali pemaparan visi misinya dengan mengulik pidato Bung Tomo seperti berikut ini.
“Selama banteng-banteng Indonesia masih berdarah merah, yang dapat membuat secarik kain putih menjadi merah dan putih, selama itu kita tidak akan menyerah kepada siapapun juga. Kita tunjukkan bahwa kita benar-benar orang yang ingin merdeka”, kata Santoso.
Di awal penyampaian visi misinya, ia mengucapkan terimakasih kepada seluruh masyarakat Kota Blitar atas partisipasinya serta keikutsertaannya di dalam pembangunan.
“Visi dan misi yang ingin kami gapai adalah mewujudkan masyarakat Kota Blitar yang sejahtera melalui APBD untuk rakyat, tata pemerintahan yang bersih, akuntabel dan modern”, terangnya.
Debat putaran kedua di Kota pahlawan tadi malam menjadi lebih menarik dari yang pertama. Calon Wakil Walikota pasangan Satrio, Tjutjuk Sunario beberapa kali meng counter penjelasan Henry, misalnya terkait persoalan banyaknya pengobatan alternatif. Menurut Tjutjuk tentu harus didata, harus didaftarkan karena faktanya memang masih banyak masyarakat yang membutuhkan pengobatan tersebut. Tjutjuk bahkan menyinggung Henry karena dianggap keluar dari pertanyaan dari panelis. Henry justru menyoroti beberapa Puskesmas yang belum memiliki layanan rawat inap.
“Ini kan persoalan masih maraknya pengobatan alternatif, tentu harus didata, didaftarkan, perlu disertifikasi. Bukan malah melebar kemana-mana”, kata Tjutjuk menyambung penjelasan Santoso pasangannya.
“Debat pertama kemarin itu sepertinya ada persoalan teknis pada earphone. Sekarang soundnya bagus. Saya bisa respon pertanyaan panelis dengan baik”, terangnya.
Ketika ditanya apakah cukup puas dengan hasil debat kedua ini, ia mempersilahkan kepada masyarakat untuk menilai.
“Saya pikir biar masyarakat yang menilai. Yang penting saya memberikan jawaban semampu saya”, tandasnya.
Seorang warga Kelurahan Bendogerit Kota Blitar bernama Andri (53) pekerjaan swasta menyampaikan ulasannya terkait debat publik Pilwalkot kedua tadi malam.
“Iya, saya lihat di TV. Debat yang pertama, saya juga lihat. Paslon nomor urut 1 terkesan selalu mencari kesalahan Paslon 2. Menurut saya Paslon 1 terlalu kasar dalam upaya menjatuhkan lawan. Sedangkan Santoso orangnya kalem”, ucap Andri.
Warga lain bernama Antok (55) alamat Kelurahan Karangsari punya pendapat berbeda. Ia tidak perduli dengan gelaran debat yang menjadi tahapan Pilkada.
Meskipun tidak mau dianggap apatis, dirinya punya pandangan lain terhadap politik.
“Kunu-kunu terserah (silahkan saja terserah-red). Paling hanya sebagai ajang pinter-pinteran ngomong. Saya swasta, pekerjaan saya tidak berhubungan dengan pemerintah. Namun demikian saya selalu mengikuti dinamika politik utamanya perpolitikan Kota Blitar. Yang penting tidak otoriter, itu yang diharapkan. Teman-teman saya di Kelurahan Sananwetan juga banyak yang berpendapat sama. Tidak ingin dipimpin oleh pemimpin yang otoriter”, katanya.
“Memilih pemimpin yang amanah itu sulit. Kalau sudah memegang kekuasaan cenderung korup”, pungkasnya. (ek)